Pada awal perkembangannya mesin konvensional seperti
mesin bubut tidak dilengkapi dengan motor penggerak. Pengaturan kecepatan
spindel dilakukan dengan mengubah-ubah pasangan puli yang ada di spindel dan
puli di poros penggerak. Baru pada tahun 1925, mesin bubut dilengkapi dengan
penggerak berupa motor listrik. Perubahan kecepatan putaran spindel juga dapat
dilakukan dengan lebih mudah dengan mengubah pasangan roda gigi yang ada di
kotak roda gigi (gear box). Sampai dengan saat itu, ketrampilan operator
sangat diperlukan terutama untuk membuat produk-produk kompleks yang memerlukan
gerak pemakanan dalam dua arah (longitudinal dan transversal) secara bersamaan.
Pada tahun 1960 mulai diperkenalkan sistem copy hidrolik pada mesin bubut.
Dengan adanya sistem ini pemegang pahat mampu melakukan gerak makan secara
mekanik dalam arah longitudinal, sedangkan gerak makan dalam arah transversal
digerakkan oleh penggerak sistem copy hidrolik, mengikuti template yang
ada. Perkembangan selanjutnya mesin bubut dilengkapi dengan pengendali CNC
sehingga memungkinkan untuk pengendalian secara otomatis keseluruhan gerak
spindel maupun pemegang pahat.
Perkembangan teknologi manufaktur saat ini lebih
tertuju pada pengembangan tingkat otomasinya. Pengembangan otomasi dalam
teknologi manufaktur tersebut apabila diamati, pada umumnya menuju ke salah
satu dari dua arah berikut: menuju ke arah peningkatan ketelitian proses
(geometi produk yang dihasilkan), atau menuju ke arah peningkatan fleksibilitas
proses untuk menghadapi gangguan maupun untuk pengintegrasian sistem. sistem
otomasi produksi untuk jumlah produk sedang dan jumlah variasi sedang telah
dimulai dengan diperkenalkannya mesin perkakas NC. Perkembangan pada teknologi
mesin perkakas NC dan teknologi komputer telah memungkinkan dibuatnya sistem
produksi baru yang disebut sistem direct NC (DNC). Pada sistem ini
beberapa mesin perkakas NC dikendalikan oleh komputer sentral yang berfungsi
sebagai media pembaca program atau pergerakan motor penggerak ketika proses
produksi berlangsung sehingga tingkat ketelitian lebih baik dan efesiensi dalam
penggunaan waktu.
Perkembangan zaman dan teknologi menuntut produsen
dengan umur produk yang lebih baik, ukuran lot dalam produksi yang semakin
kecil dan semakin banyaknya variasi produk yang dibuat maka perkembangan sistem
DNC mulai tergantikan dengan sistem FMS. Sistem FMS (Flexible Manufacturing
System) menjajikan kompromi antara fleksibilitas dengan produktivitas. Sistem
FMS bekerja dengan memadukan aliran informasi dan aliran material dalam proses
produksi. Pada sistem FMS menggunakan sistem robotic dalam proses produksinya.
Walaupun sistem FMS telah menggunkan sistem otomatisasi dan sistem robotic
namun sistem ini tidak memiliki keluwesan sehingga akan membuat kerugian bagi
produsen.
Perkembangan yang cepat dalam teknologi perangkat
lunak dan teknologi pemrosesan informasi, disertai dengan perkembangan
perangkat keras produksi seperti yang telah dijelaskan, memungkinkan
pengintegrasian secara total aktivitas industri mulai dari pemasaran dan
aktivitas R & D sampai ke bagian ujung proses pembuatan dan pengiriman
produk. Pengintegrasian ini dikenal dengan istilah CIM (Computer Integrated
Manufacturing). Pengendalian informasi secara hirarki dalam FMS atau CIM
melalui jaringan informasi cukup effektif apabila digunakan untuk mengendalikan
aktivitas produksi yang tidak berubah dan berjalan sesuai dengan produksi yang
telah dijadwalkan. Pengendalian secara hirarki bagi sistem produksi terintegrasi
akan menjadi tidak luwes apabila harus menghadapi kondisi dinamik seperti
adanya perubahan permintaan pemesan yang cukup drastis, perubahan dalam
produksi yang tidak terjadwal, permintaan yang harus didahulukan (high
priority), kerusakan peralatan produksi dan sebagainya. Pengendalian secara
terdistribusi sebagai pengganti bagi pengendalian secara hirarki, diharapkan
dapat lebih luwes dalam menghadapi keadaan perubahan dalam produksi tersebut.
Referensi
:
Yatna
Yuwana Martawirya. Teknologi Manufaktur
Sebagai Faktor Dasar Pengembangan keunggulan Kompetitif Bagi Industri. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.