Rabu, 15 Maret 2017

TEKNOLOGI INFORMASI MANUFAKTUR DALAM SISTEM PRODUKSI



Pada awal perkembangannya mesin konvensional seperti mesin bubut tidak dilengkapi dengan motor penggerak. Pengaturan kecepatan spindel dilakukan dengan mengubah-ubah pasangan puli yang ada di spindel dan puli di poros penggerak. Baru pada tahun 1925, mesin bubut dilengkapi dengan penggerak berupa motor listrik. Perubahan kecepatan putaran spindel juga dapat dilakukan dengan lebih mudah dengan mengubah pasangan roda gigi yang ada di kotak roda gigi (gear box). Sampai dengan saat itu, ketrampilan operator sangat diperlukan terutama untuk membuat produk-produk kompleks yang memerlukan gerak pemakanan dalam dua arah (longitudinal dan transversal) secara bersamaan. Pada tahun 1960 mulai diperkenalkan sistem copy hidrolik pada mesin bubut. Dengan adanya sistem ini pemegang pahat mampu melakukan gerak makan secara mekanik dalam arah longitudinal, sedangkan gerak makan dalam arah transversal digerakkan oleh penggerak sistem copy hidrolik, mengikuti template yang ada. Perkembangan selanjutnya mesin bubut dilengkapi dengan pengendali CNC sehingga memungkinkan untuk pengendalian secara otomatis keseluruhan gerak spindel maupun pemegang pahat.
Perkembangan teknologi manufaktur saat ini lebih tertuju pada pengembangan tingkat otomasinya. Pengembangan otomasi dalam teknologi manufaktur tersebut apabila diamati, pada umumnya menuju ke salah satu dari dua arah berikut: menuju ke arah peningkatan ketelitian proses (geometi produk yang dihasilkan), atau menuju ke arah peningkatan fleksibilitas proses untuk menghadapi gangguan maupun untuk pengintegrasian sistem. sistem otomasi produksi untuk jumlah produk sedang dan jumlah variasi sedang telah dimulai dengan diperkenalkannya mesin perkakas NC. Perkembangan pada teknologi mesin perkakas NC dan teknologi komputer telah memungkinkan dibuatnya sistem produksi baru yang disebut sistem direct NC (DNC). Pada sistem ini beberapa mesin perkakas NC dikendalikan oleh komputer sentral yang berfungsi sebagai media pembaca program atau pergerakan motor penggerak ketika proses produksi berlangsung sehingga tingkat ketelitian lebih baik dan efesiensi dalam penggunaan waktu.
Perkembangan zaman dan teknologi menuntut produsen dengan umur produk yang lebih baik, ukuran lot dalam produksi yang semakin kecil dan semakin banyaknya variasi produk yang dibuat maka perkembangan sistem DNC mulai tergantikan dengan sistem FMS. Sistem FMS (Flexible Manufacturing System) menjajikan kompromi antara fleksibilitas dengan produktivitas. Sistem FMS bekerja dengan memadukan aliran informasi dan aliran material dalam proses produksi. Pada sistem FMS menggunakan sistem robotic dalam proses produksinya. Walaupun sistem FMS telah menggunkan sistem otomatisasi dan sistem robotic namun sistem ini tidak memiliki keluwesan sehingga akan membuat kerugian bagi produsen.
Perkembangan yang cepat dalam teknologi perangkat lunak dan teknologi pemrosesan informasi, disertai dengan perkembangan perangkat keras produksi seperti yang telah dijelaskan, memungkinkan pengintegrasian secara total aktivitas industri mulai dari pemasaran dan aktivitas R & D sampai ke bagian ujung proses pembuatan dan pengiriman produk. Pengintegrasian ini dikenal dengan istilah CIM (Computer Integrated Manufacturing). Pengendalian informasi secara hirarki dalam FMS atau CIM melalui jaringan informasi cukup effektif apabila digunakan untuk mengendalikan aktivitas produksi yang tidak berubah dan berjalan sesuai dengan produksi yang telah dijadwalkan. Pengendalian secara hirarki bagi sistem produksi terintegrasi akan menjadi tidak luwes apabila harus menghadapi kondisi dinamik seperti adanya perubahan permintaan pemesan yang cukup drastis, perubahan dalam produksi yang tidak terjadwal, permintaan yang harus didahulukan (high priority), kerusakan peralatan produksi dan sebagainya. Pengendalian secara terdistribusi sebagai pengganti bagi pengendalian secara hirarki, diharapkan dapat lebih luwes dalam menghadapi keadaan perubahan dalam produksi tersebut.

Referensi :
Yatna Yuwana Martawirya. Teknologi Manufaktur Sebagai Faktor Dasar Pengembangan keunggulan Kompetitif Bagi Industri. Bandung: Institut Teknologi Bandung.